Salam sejahtera di dalam kasih Tuhan Yesus Kristus.
Kita
masih mempelajari 3 musuh yang mau menghancurkan penggembalaan, termasuk
menghancurkan nikah:
1. Ayat1,10, Pencuri dan perampok menggambarkan
setan dengan roh jahat, roh najis dan roh durhakanya.
2. Ayat 12–16, Serigala, menggambarkan antikristus
dengan kekuatan mamon atau uang.
3. Ayat 22–39, Orang-orang Yahudi yang mau membunuh
Yesus, menunjukkan
nabi palsu dengan ajaran palsu yang mau mematikan suara Firman pengajaran yang
benar.
Supaya
kita tidak disesatkan maka Firman pengajaran itu harus mendarah daging di dalam
kita. Supaya Firman mendarah daging, maka
kita harus menerima penyucian, terutama penyucian panca indera. 5 indera ini
harus disucikan supaya kita tidak disesatkan oleh ajaran palsu.
1. Ayat 24
penyucian dan pembaharuan kulit
2. Ayat 27
penyucian dan pembaharuan telinga
3. Ayat 32
penyucian dan pembaharuan mata
4. Ayat 35-36
penyucian dan pembaharuan mulut
5. Ayat 31
penyucian dan pembaharuan hidung
Sore
ini kita pelajari indera kelima yaitu penyucian hidung.
Yohanes
10:31
10:31 Sekali
lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus.
Kalau
membaca ini, indera apa yang bisa temukan di sini? Ini kena pada indera hidung.
Koq bisa? Hidung ini untuk mencium, terutama untuk mencium bau dupa, ini bicara
penyembahan. Jadi hidung disucikan untuk kita bisa menyembah Tuhan. Lalu apa
hubungannya dengan ayat 31, orang ambil batu untuk melempari Yesus?
I
Timotius 2:8
2:8 Oleh karena
itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan
tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.
Menyembah
itu sama dengan mengulurkan kedua tangan yang suci kepada Tuhan. Bukan
diperagakan secara hurufiah kita menadahkan kedua tangan, tidak seperti itu.
Mengulurkan dua tangan kepada Tuhan itu tanda menyerah kepada Tuhan. Kalau kita
malas menyembah atau menyembah tetapi tidak mencapai ukuran penyembahan, pasti
mengulurkan tangan mengambil batu untuk melempari Yesus. Jadi ini kaitannya
dengan Yohanes 10:31 tadi. Apa artinya mengambil batu untuk melempari Yesus?
Banyak bersungut-sungut dan mempersalahkan sampai mempersalahkan Firman,
persalahkan Tuhan, apalagi cuma manusia. Melempar batu itu juga menghukum, jadi
kalau malas menyembah atau penyembahan tidak sampai hukuman dia akan cenderung cepat
memberikan hukuman kepada orang lain. Kita ini sudah ada di zaman kemurahan,
namun seringkali kita membawakan sistem Taurat di zaman kemurahan ini. Belum
ditahu kebenarannya sudah mempersalahkan sudah menghukum. Atau mungkin orang
itu memang sudah salah tetapi dia sudah perbaiki. Kita tidak tahu dia sudah
memperbaiki dirinya lewat Firman tetapi sudah langsung menghukum. Ini sistem
Taurat yang dibawa pada zaman kemurahan.
Kalau
saya mempraktekan seperti itu maka kasihan jiwa-jiwa tidak akan mau dilayani. Begitu
datang langsung disalahkan dan dihukum “tidak boleh begini, tidak boleh begitu”.
Saya belajar dari papa, dalam menghadapi orang yang berbuat dosa, tidak
langsung dihukum tetapi ada prosesnya. Seperti Yesus menghadapi orang Samaria
tidak langsung dihukum. Kadang orang langsung cepat menghukum dan tidak tahu
letak kebenarannya langsung menghukum. Ini yang membuat saya sangat prihatin
melihat keadaan seperti ini, apalagi kalau dari kami hamba Tuhan.
Ini
merupakan dosa kebenaran diri sendiri, sudah salah malah salahkan orang. Dia
tidak tahu banyak kesalahannya malah cenderung menghukum orang. Kebenaran diri
sendiri ini yang membuat putus hubungan dengan Tuhan dan putus hubungan dengan
sesama, terpisah, ada sekat pemisah.
Jadi
kita raba diri kita, kalau masih ada dosa kebenaran diri sendiri, cenderung
salahkan orang sampai salahkan Tuhan, salahkan Firman, periksa penyembahan kita
mungkin masih kurang. Atau belum mencapai ukuran Tuhan. Ukuran penyembahan itu
ada 3, puncak ukuran penyembahan ada dalam Wahyu pasal 11.
Wahyu
11:1-2
11:1 Kemudian
diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan
kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah
dan mereka yang beribadah di dalamnya.
11:2 Tetapi
kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, janganlah engkau
mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka
akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya."
Jadi
ukuran puncak penyembahan itu adalah sebatang buluh yang dipakai mengukur
mezbah. Ini menunjukan pengalaman sengsara Yesus sampai mati di kayu salib.
Ketika Yesus diperhadapkan di dalam sidang, Dia dimahkotai dengan mahkota duri,
diberikan sebatang buluh, lalu sebatang buluh itu diambil lagi dan dipukulkan
ke kepala Yesus.
Matius
27:29-30
27:29 Mereka
menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu
memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di
hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai raja orang
Yahudi!"
27:30 Mereka
meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya.
Ini
pengalaman sengsara, tetapi Yesus tetap taat sekalipun menderita tanpa salah.
Jadi puncak ukuran penyembahan adalah taat pada Firman Tuhan sekalipun menderita
sengsara. Kalau begitu diperhadapkan dengan penderitaan kita mengamuk berarti
penyembahan kita belum mencapai ukuran. Sekalipun menyembah dan berpuasa
seharian, tetapi kalau disalahkan dia mengamuk itu berarti belum mencapai
puncak ukuran penyembahan.
Yesus
tidak salah tetapi dipersalahkan namun Dia diam bahkan sampai disalibkan di
kayu salib.
I
Petrus 2:19,21-23
2:19 Sebab
adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung
penderitaan yang tidak harus ia tanggung.
2:21 Sebab untuk
itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
2:22 Ia tidak
berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.
2:23 Ketika Ia
dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia
tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan
adil.
Ini
kalau penyembahan sudah sampai pada puncak ukuran, biar disalahkan kita tidak
membalas, kita diam saja seperti Yesus. Yesus diam dan rela menerima sengsara
sampai mati di kayu salib.
Sebaliknya
kalau tidak menyembah atau penyembahan tidak mencapai ukuran, tidak akan bisa
menerima kalau dipersalahkan. Malah cenderung mempersalahkan orang,
mempersalahkan Firman, sampai setan dipersalahkan. Kalau kita tidak salah dan
kita dipersalahkan lalu kita diam itu berarti sudah mencapai puncak ukuran
penyembahan. Kalau salah lalu dipersalahkan malah marah, itu jangan-jangan
tidak menyembah. Tidak salah tetapi dipersalahkan lalu marah, berarti tidak
mencapai ukuran penyembahan. Kalau memang salah minta ampun.
Jangan
sampai kita terpisah dengan Tuhan karena ada kebenaran diri sendiri. Betapa ngeri
orang yang terpisah dengan Tuhan dan dengan sesama. Itu sudah Yesus tunjukan waktu
Dia terpaku di kayu salib. Yesus berseru “Eloi, Eloi Lama sabakhtani” artinya “AllahKu, AllahKu mengapa
engkau meninggalkan Aku”. Yang seharusnya dihukum itu kita manusia berdosa,
jadi suara Yesus di kayu salib itu suara kita orang berdosa. Ngeri kalau
terpisah dengan Tuhan dan juga dengan sesama. Bagaimana murid-muridNya berdiri
jauh-jauh, tidak ada yang berani dekat-dekat.
Jadi
sebenarnya bukan enak kalau terpisah itu. Sebab itu ayo mari kita buang
kebenaran diri sendiri. Dosa kebenaran diri
sendiri itu putih tetapi kusta. Orang kusta itu mulai tanggal satu persatu
bagian tubuhnya. Seperti itu kalau ada kebenaran diri sendiri. Dalam nikah dia
merasa terasing, dalam keluarga merasa terasing, dalam penggembalaan terasing,
antara penggembalaan terasing. Tidak usah disuruh pergi, dia sendiri yang
memisahkan diri dan merasa asing. Itulah kebenaran diri sendiri, putih tetapi
kusta. Kalau disorot dengan cahaya Firman, putih dengan putih tidak kelihatan.
Makanya ketika dengar Firman dia tidak merasa salah dan tidak merasa berdosa.
Apalagi kalau saya hamba Tuhan yang memberitakan Firman ada kebenaran diri
sendiri, tidak akan pernah merasa salah karena putih dengan putih. Bagaimana
supaya kelihatan itu kebenaran diri sendiri? Beri darah baru kelihatan. Diberi darah
di sini artinya diizinkan mengalami ujian habis-habisan, sengsara, baru
kelihatan ternyata ada kebenaran diri sendiri. Sebagai contoh adalah Ayub.
Ayub
1:1
1:1 Ada seorang
laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah
dan menjauhi kejahatan.
Dikatakan
Ayub seorang yang suci dan saleh, saleh itu taat beribadah, serta jujur.
Kelihatan dia suci dan benar, tetapi dalam dirinya ada dosa kebenaran diri
sendiri. Begitu diizinkan masuk dalam pengalaman sengsara, ujian habis-habisan,
terlihatlah dosa kebenaran diri sendiri itu. Waktu di awal dia tetap benar.
Isterinya berkata “masih bertekunkah engkau kepada Tuhanmu? Kutukilah Tuhanmu dan
matilah. Ayub berkata “perkataanmu seperti perkataan orang gila”. Dalam hal itu
dia tidak bersalah. Kelihatan di awal-awal dia tidak bersalah. Tetapi begitu
sengsara dan ujiannya semakin berat maka mulai terlihat ternyata ada kebenaran
diri sendiri, mulai salahkan orang lain, mulai salahkan Tuhan.
Ayub
10:1-3; 13:4-8; 32:1-2; 40:3
10:1 "Aku
telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara
dalam kepahitan jiwaku.
10:2 Aku akan
berkata kepada Allah: Jangan mempersalahkan aku; beritahukanlah aku, mengapa
Engkau beperkara dengan aku.
10:3 Apakah
untungnya bagi-Mu mengadakan penindasan, membuang hasil jerih payah tangan-Mu,
sedangkan Engkau mendukung rancangan orang fasik?
13:4 Sebaliknya
kamulah orang yang menutupi dusta, tabib palsulah kamu sekalian.
13:5 Sekiranya
kamu menutup mulut, itu akan dianggap kebijaksanaan dari padamu.
13:6
Dengarkanlah pembelaanku, dan perhatikanlah bantahan bibirku.
13:7 Sudikah
kamu berbohong untuk Allah, sudikah kamu mengucapkan dusta untuk Dia?
13:8 Apakah kamu
mau memihak Allah, berbantah untuk membela Dia?
32:1 Maka ketiga
orang itu menghentikan sanggahan mereka terhadap Ayub, karena ia menganggap
dirinya benar.
32:2 Lalu
marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub,
karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah,
40:3 Apakah
engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat
membenarkan dirimu?
Jangan
tunggu kita diuji habis-habisan baru mau sadar bahwa sesungguhnya kita ini.
Kadang kita terlalu cepat salahkan orang bahkan salahkan Firman sehingga menghukum
orang lain dan tidak melihat diri. Ayub ini gambaran hamba Tuhan dan pelayan
Tuhan. Kelihatan setia, kelihatan suci, tetapi ternyata banyak mempersalahkan
orang lain bahkan menghukum orang lain. Yang banyak melakukan ini justru hamba
Tuhan. Karena merasa sudah khotbah, Tuhan percayakan jiwa, merasa tidak ada
salahnya lagi, sudah super. Sehingga begitu ada jemaat yang berbuat dosa
langsung dihukum. Ada hamba Tuhan lain dia lihat ada salah langsung menghukum.
Padahal siapa tahu orang itu sudah berubah, tetapi dia jatuhkan hukuman. Orang
yang dia hukum sudah keluar dari lubang dosa, dia yang terperosok masuk di
dalam lubang dosa itu. Siapa yang rugi?
Makanya
saya hanya diam saja. Kalau saya ada kekurangan saya perbaiki. Tetapi kalau
dijatuhkan hukuman sementara saya sudah memperbaiki diri maka orang itu yang
terperosok di dalam lubang itu. Padahal saya sudah keluar, siapa yang rugi?
Ahhh, Tuhan tolong kita, semoga kita bisa mengerti.
Jangan
seperti itu, Tuhan itu Maha Pengasih. Melihat orang berdosa Dia ampuni dan mau
diangkat. Dengan mempersalahkan orang lain apalagi menghukum orang lain, tanpa
disadari sudah mempersalahkan Tuhan “Tuhan kenapa Kau angkat dia!”. Itu
terpisah dengan Tuhan dan terpisah dengan sesama, rugi sendiri. Lebih baik
didoakan dari pada dihukum. Ampuni dia Tuhan, tolong dia bisa berubah. Kalau
dia sudah berubah, puji Tuhan.
Kadang
aneh, ada orang yang jatuh dalam dosa begitu berubah malah dipandang dengan
mata permusuhan “dia kira staw” eh orang sudah berubah masih dipandang dengan
mata bermusuhan. Ini yang merasa benar dan suci padahal dalam dirinya ada dosa
kebenaran diri sendiri, dia sudah tertolong tetapi yang menghakimi itu tidak.
Ayub harus diuji habis-habisan untuk menyucikan
dirinya dari dosa kebenaran diri sendiri. Jangan tunggu ini terjadi kepada kita.
Biarlah setiap sorotan Firman yang menyatakan segala kekurangan kita mau kita
terima, “saya manusia salah dan berdosa, ampuni saya Tuhan”.
Kita
lihat bagaimana Ayub terpisah dengan Tuhan dan dengan sesama.
Ayub
19:7-12
19:7 Sesungguhnya,
aku berteriak: Kelaliman!, tetapi tidak ada yang menjawab. Aku berseru minta
tolong, tetapi tidak ada keadilan.
19:8 Jalanku
ditutup-Nya dengan tembok, sehingga aku tidak dapat melewatinya, dan
jalan-jalanku itu dibuat-Nya gelap.
19:9 Ia telah
menanggalkan kemuliaanku dan merampas mahkota di kepalaku.
19:10 Ia
membongkar aku di semua tempat, sehingga aku lenyap, dan seperti pohon
harapanku dicabut-Nya.
19:11 Murka-Nya
menyala terhadap aku, dan menganggap aku sebagai lawan-Nya.
19:12 Pasukan-Nya
maju serentak, mereka merintangi jalan melawan aku, lalu mengepung kemahku.
Karena
pertahankan kebenaran diri sendiri Ayub terpisah dengan Tuhan. Jalanku
ditutupNya dengan tembok, ini menunjukan tidak ada lagi jalan keluar, doa tidak
dijawab oleh Tuhan. Bahkan kalau dibaca ayat selanjutnya Tuhan bangkit menjadi
lawan. Makanya Yesus berseru “Eloi Eloi Lama sabakhtani” menunjukan ngeri kalau terpisah
dengan Tuhan, doa tidak dijawab malah Tuhan tampil sebagai lawan. Kalau setan
menjadi lawan kita ada Tuhan yang menjadi pembela, kalau Tuhan yang jadi lawan,
siapa yang mau menjadi pembela?
Biarlah
ini membuka wawasan rohani kita supaya kita tidak cenderung salahkan orang
tetapi lebih cenderung menghakimi diri sendiri dari pada menghakimi orang.
Lihat kekurangan orang lain, koreksi juga diri sendiri saya juga ada kekurangan
bahkan mungkin kekuranganku lebih dari dia.
Ayub
19:13-19
19:13
Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku, dan kenalan-kenalanku tidak lagi
mengenal aku.
19:14 Kaum
kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku.
19:15 Anak
semang dan budak perempuanku menganggap aku orang yang tidak dikenal, aku
dipandang mereka orang asing.
19:16 Kalau aku
memanggil budakku, ia tidak menyahut; aku harus membujuknya dengan kata-kata
manis.
19:17 Nafasku
menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara
sekandungku.
19:18 Bahkan
kanak-kanak pun menghina aku, kalau aku mau berdiri, mereka mengejek aku.
19:19 Semua
teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik
melawan aku.
Ini
kebenaran diri sendiri yang memisahkan dari sesama, sampai isterinya sendiri
jijik. Terpisah dengan sesama mulai dari dalam nikah rumah tangga. Ayub masih
disayang oleh Tuhan, diizinkan diuji habis-habisan supaya bisa merendahkan diri
serendah-rendahnya di hadapan Tuhan. Sekali lagi jangan tunggu diuji
habis-habisan baru merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Tuhan. Lebih
baik sekarang kita sudah harus banyak merendahkan diri serendah-rendahnya di
hadapan Tuhan. Kalau membaca ini pengalaman Ayub biarlah menjadi pembelajaran
bagi kita supaya kita tidak perlu mengalami seperti yang Ayub alami. Terimalah
Firman, rendahkanlah diri serendah-rendahnya di hadapan Tuhan = mengulurkan
tangan menyembah Tuhan, berarti hidung sudah disucikan. Dari pada mengulurkan
tangan melempar Tuhan lebih baik mengangkat tangan menyembah Tuhan, menyerah
sepenuh kepada Tuhan.
Ayub
42:5-6
42:5 Hanya dari
kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri
memandang Engkau.
42:6 Oleh sebab
itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan
abu."
Duduk
dalam debu dan abu ini merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Tuhan.
Ayub akui hanya dari kata orang dia mendengar tentang Tuhan, dia tidak punya
pengalaman pribadi dengan Tuhan. Doa penyembahan itu adalah hubungan terdekat
dengan Tuhan supaya kita punya hubungan pribadi dengan Tuhan. Bukan hanya
mendengar kesaksian orang. Kadangkala kita menjadi Kristen cuma pendengar
kesaksian orang, tidak punya pengalaman pribadi dengan Tuhan. Kenapa?
Penyembahannya kurang! Jangan tunggu harus diuji habis-habisan baru mau
bertekun menyembah Tuhan. Lebih baik dari sekarang kita sudah banyak bertekun
menyembah Tuhan dan punya pengalaman pribadi dengan Tuhan. Terutama pengalaman
penyucian. Mulai dari sekarang sudah harus ada dan kita rasakan penyucian
pembaharuan itu.
Apa
bukti sudah punya pengalaman penyucian dengan Yesus?
1. Duduk
dalam debu dan abu. Artinya:
a) Mengaku
tidak layak, banyak kekurangan, kesalahan dan kelemahan, tidak berharga
apa-apa, sehingga mendorong kita mengakuinya kepada Tuhan dan sesama. Bukan
malah mempersalahkan sesama, mempersalahkan Tuhan. Setelah diampuni tidak
mengulangi lagi, meninggalkan kekurangan, lepas dari kekurangan.
Siapa yang mau bertahan dalam kekurangan, kita semua
punya kekurangan. Ayo kita lepas dari kekurangan masing-masing. Kamu tidak
dengar, kamu tidak tahu ke dalam, kadangkala langsung mempersalahkan orang.
Biarlah kita banyak mengaku saya ini hanya debu tanah. Debu itu untuk
diinjak-injak, tanah itu untuk diinjak-injak. Tanah kalau sudah dibentuk jadi
genteng, waktu ada yang bocor atau rusak, diinjak juga walaupun sudah di atas. Kalau
kita debu tanah semakin diinjak semakin merendah. Kalau dipersalahkan semakin
diinjak semakin merendah, biarlah Tuhan hakim, jadi pembela. Kalau saat
dipersalahkan balik melawan, balik bereaksi itu berarti ular. Kalau ular
diinjak dia memagut. Kalau dipersalahkan kita diam itu berarti debu tanah,
sudah punya pengalaman pribadi dengan Tuhan, bukan hanya mendengar kata orang
saja.
Terserah orang mau bilang apa, kalau memang salah
minta ampun, tidak salah diam saja. Sebenarnya sesederhana itu cara Tuhan hanya
kita yang membuat ribet. Kita malah mau membela diri di hadapan orang, bela di
media sosial, membela diri di mana-mana. Sudahlah, kalau diinjak-injak kita
diam saja.
b) Mengaku
tidak mampu dan tidak berdaya apa-apa sehingga hanya menyerah sepenuh kepada
Tuhan. Sekalipun punya ijazah, kekayaan, kedudukan, tetap mengaku debu tanah yang
hanya menyerah sepenuh kepada Tuhan. Mungkin sekarang ijazah masih bisa
menolong kita, tetapi satu saat ketika antikristus berkuasa tidak bisa
menolong. Kedudukan mungkin sekarang bisa menolong, tetapi suatu saat tidak
bisa menolong. Kekayaanpun demikian, pada hari malapetaka kekayaan tidak menyelamatkan.
2. Mata
memandang Tuhan.
Mazmur
123:2
123:2 Lihat, seperti mata para hamba laki-laki
memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada
tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita,
sampai Ia mengasihani kita.
Memandang
Tuhan artinya mau melayani Tuhan dengan benar dan setia, dengan meneladani
Yesus yang benar, yang setia, yang taat sampai mati di kayu salib. Kita mau
melayani dengan benar, setia, taat sekalipun menderita dan harus berkorban
segala-galanya. Dan apa yang dikorbankan tidak akan hilang, Tuhan tidak pernah menipu
kita. Ingat Abraham mau mempersembahkan Ishak, Ishak tidak jadi dikorbankan dan
Tuhan ganti dengan seekor domba. Kemudian Abraham berkata di atas gunung Tuhan akan
disediakan, dia bertemu dengan Yehova Jireh. Jadi apa yang kita korbankan tidak
hilang, tetapi membawa kita ke dalam pembangunan Tubuh Kristus yang sempurna
untuk bertemu Yesus sebagai Kepala, Mempelai Pria Sorga.
Sebenarnya
kaget juga dikasih tanggal untuk KKR akhir bulan ini. Jadi baru bernafas
sedikit sudah kerja keras 31 Januari sampai 1 Februari. Waktunya secara
mendadak sebab kegerakan itu sekarang terjadi secara cepat. Kalau kita tolak
lalu diganti orang lain, mungkin tidak akan pernah lagi kesempatan untuk
Tentena. Mari kita kerja semuanya. Benar, setia, taat sekalipun harus berkorban
segala-galanya. Mungkin tadinya sudah cuti kemarin, jatah cuti tinggal sedikit,
ayo ambil lagi untuk KKR supaya kita semua terlibat di dalamnya masuk dalam
kegerakan ini.
Tuhan
tidak pernah menipu! Saya pengalaman masih tinggal di Malang ikut KKR di Saojo,
korbankan gaji 2 bulan. Dan Tuhan tidak pernah menipu, tadinya gaji cukup untuk
naik kapal pergi pulang, tetapi pulangnya malah naik pesawat. Sampai di sana
bergumul lagi mau membeli pakaian seragam, namun Tuhan sediakan, tidak perlu
utang. Jadi Tuhan tidak pernah menipu, segala pengorbanan kita tidak hilang
malah kita bertemu Yehova Jireh. Tuhan menciptakan dari yang tidak ada menjadi
ada, dari yang mustahil menjadi tidak mustahil.
Kalau sudah ada pengalaman pribadi dengan Tuhan,
terutama pengalaman penyucian maka ada hasilnya:
Ayub 42:10
42:10
Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk
sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala
kepunyaannya dahulu.
Tangan Tuhan yang penuh belas kasihan memulihkan
kita 2 kali lipat. Dulu dialami Ayub sekarang ini untuk kita. Kita tidak perlu
seperti Ayub masuk pengalaman diuji habis-habisan, biarlah kita terima
penyucian Firman, jangan ada kebenaran diri sendiri dan Tuhan akan memulihkan
keadaan kita 2 kali lipat, yaitu:
1. Secara
jasmani.
Yesaya
64:8
64:8
Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan
Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.
Tangan
Tuhan Sang Penjunan, Sang Pencipta mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada,
dari yang mustahil menjadi tidak mustahil. Apa yang sudah hancur, sudah rusak,
tidak bisa diandalkan dan diharapkan lagi Tuhan mampu pulihkan. Ekonomi yang
hancur? Tuhan mampu pulihkan. Mungkin banyak pertanyaan, bagaimana ini,
bagaimana itu, jawabannya cuma satu, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.
Lukas
1:37
1:37
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."
Bagi
orang percaya juga tidak ada yang mustahil.
Markus
9:23
9:23
Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi
orang yang percaya!"
Tinggal
menyembah, hanya itu yang bisa kita lakukan. Mau angkat tangan melempari orang,
menyalahkan orang lain, malah tidak tertolong. Lebih baik angkat tangan
menyembah. Yesus saya tanah liat, saya tidak mampu berbuat apa-apa, saya hina,
memang pantas diinjak-injak, saya hanya menyerah kepada Tuhan. Bagi Tuhan tidak
ada yang mustahil, bagi orang percaya tidak ada yang mustahil, semua
dipulihkan. Nikah dipulihkan, buah nikah dipulihkan, ekonomi dan kesehatan
jasmani dipulihkan. Tinggal bapak ibu tulis dalam catatan apa yang rindu
dipulihkan, Tuhan mampu lakukan semuanya. Dari pada kita mau angkat tangan dan
mengerjakan sendiri lebih baik angkat tangan kepada Tuhan dan Tuhan turun
tangan menolong. Kalau kita yang turun tangan mengerjakan semua maka Tuhan angkat
tangan tidak bekerja.
2. Pemulihan
secara rohani yaitu tangan Tuhan Sang Penjunan membentuk kita tanah liat menjadi
bejana kemuliaan.
Roma
9:23-24
9:23
justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas
kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan,
9:24
yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi,
tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain,
Artinya
tangan Tuhan menyucikan dan mengubahkan kita dari manusia daging menjadi
manusia rohani untuk dipakai di dalam pelayanan pembangunan Tubuh Kristus,
pembangunan Mempelai Wanita Tuhan sampai selesai. Kita menjadi Tubuh Kristus
yang sempurna, Mempelai Wanita Tuhan, siap menyambut Yesus Mempelai Pria Sorga
Kepala Gereja. Kita masuk pesta nikah Anak Domba, masuk kerajaan 1000 tahun
damai, masuk kerajaan sorga yang kekal. Ini bukan dongeng tetapi sungguh-sungguh
akan menjadi kenyataan. Kesaksian Alkitab ya dan amin.
Sore ini kalau kita salah dan dipersalahkan, kita
minta ampun. Kalau kita tidak salah dipersalahkan kita diam menyembah Tuhan. Biar
tangan Tuhan diulurkan membela kita. Jangan mengaku hebat, kita mengaku hanya
debu tanah liat tidak bisa berbuat apa-apa, biar Tuhan yang menolong kehidupan
kita sekalian.
Tuhan Memberkati
GPT “Kristus Penebus”
Jl. Langgadopi No.4 Tentena
Kec. Pamona Puselemba, Kab. Poso, 94663
HP: 081334496911
Email: imamat_raja@yahoo.com
JADWAL IBADAH Rabu : Ibadah Pendalaman Alkitab dan Perjamuan Suci → Pk. 17.00 Sabtu : Ibadah Doa Penyembahan → Pk. 16.30 Minggu : Ibadah Raya → Pk. 10.00 Ibadah Sekolah Minggu → Pk. 16.00 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar