Salam sejahtera di dalam kasih Tuhan Yesus Kristus.
Yohanes
10:34-3
10:34 Kata Yesus
kepada mereka: "Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah
berfirman: Kamu adalah allah?
10:35 Jikalau
mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah — sedang Kitab Suci
tidak dapat dibatalkan —,
10:36 masihkah
kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke
dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
10:37 Jikalau
Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku,
10:38 tetapi
jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan
pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa
di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa."
10:39 Sekali
lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
Di sini
alasan kedua orang Yahudi menolak Yesus karena Yesus mengaku sebagai Anak
Allah. Orang Yahudi menuduh Yesus menghujat Allah karena mengaku sebagai Anak
Allah. Menjawab tuduhan tersebut Yesus mengutip ayat dalam kitab Mazmur.
Mazmur
82:6
82:6 Aku sendiri
telah berfirman: "Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu
sekalian. —
Pada
Mazmur 82 ini Tuhan tampil sebagai Hakim yang adil untuk menghakimi para allah.
Allah itu adalah Pribadi yang mempunyai wewenang penuh atas hidup kita karena
kita ciptaanNya, sedangkan allah yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai
hakim yang punya wewenang untuk menghakimi dan menjatuhkan hukuman atas orang
lain. Yesus mengutip ayat ini karena orang Yahudi menghakimi Yesus dan menuduh
Yesus menghujat Allah. Sementara Yesus sebagai Anak Allah kegiatannya untuk
memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah. Bagi Yesus lebih baik mengampuni,
memperdamaikan manusia dengan Allah dari pada menghukum. Kalau toh nanti ada
penghakiman terakhir itu karena manusia tidak mau diperdamaikan dengan Allah,
tidak mau memperdamaikan dosa-dosanya.
Neraka
itu diciptakan untuk setan dan pengikut-pengikutnya. Karena ada manusia yang
tidak mau berdamai makanya dia dihakimi lalu dilempar ke dalam neraka.
Matius
25:41
25:41 Dan Ia
akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari
hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal
yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.
Ada
takhta penghakiman terakhir digelar.
Wahyu
20:11-12
20:11 Lalu aku
melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari
hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya.
20:12 Dan aku
melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu
dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan.
Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang
ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.
Dari
ayat-ayat yang kita baca, yang Yesus inginkan kita menyelesaikan dosa,
memperdamaikan dosa-dosa kita, kita hakimi diri kita sendiri, bukan menghakimi
orang lain. Menghakimi dalam bahasa gerikanya adalah krino yang artinya
mempertimbangkan, membedakan, menjatuhkan hukuman. Orang yang menghakimi orang
lain itu membanding-bandingkan dengan dirinya. Saya tidak begitu, dia begitu.
Seperti orang Farisi membandingkan dirinya dengan pemungut cukai “aku tidak seperti
orang pemungut cukai itu!”.
Tuhan
tidak mau kita menghakimi orang lain, lebih baik menghakimi diri sendiri.
Mengapa
tidak boleh menghakimi orang lain?
1.
Supaya
jangan kita dihakimi dengan hukuman yang lebih berat.
Yakobus
2:12-13
2:12
Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum
yang memerdekakan orang.
2:13
Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak
berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.
2. Sebab kita sendiri melakukan hal yang
sama, bahkan lebih salah kita dari pada orang yang kita tunjuk-tunjuk salahnya.
Roma
2:1-3
2:1
Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain,
engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain,
engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain,
melakukan hal-hal yang sama.
2:2
Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang
berbuat demikian.
2:3
Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian,
sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau
akan luput dari hukuman Allah?
Jadi
menghakimi itu merupakan topeng untuk menyembunyikan dosa diri sendiri. Dia
sendiri banyak dosa tetapi dia sembunyikan dengan mempersalahkan orang lain.
Dalam
khotbahnya guru kami di Lempinel mengatakan “lulusan Lempinel yang mendengar
saat ini juga, tidak usah urus ladang orang lain. Urus supaya bisa jujur dan
bisa bergaul dengan Allah seperti Henokh”. Dari pada tunjuk salah orang, lebih
baik periksa diri sendiri “saya masih banyak kekurangan dan kelemahan”. Kadangkala kami hamba Tuhan punya standar
ganda. Kepada orang lain dia tunjuk-tunjuk begini dan begitu, padahal dia juga
melakukan itu.
3. Sebab kita tidak berhak menghakimi orang
lain.
Roma
14:4
14:4
Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri,
entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap
berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri.
Setiap
orang bertanggung jawab terhadap tuannya. Siapa tuan kita? Yesus. Mau berdiri
atau jatuh itu tanggung jawabnya dia dengan Tuhan Yesus. Jadi apapun yang orang
lain lakukan dia akan pertanggung jawabkan kepada Yesus. Kalau kita
mengingatkan dan menegur, silahkan, tetapi kalau dia tidak mau menerima
terserah dia. Tidak ada hak kita menghakimi, entah dia berdiri atau dia jatuh
itu urusannya dengan Tuhan.
Jika
kita menghakimi berarti kita mencela hukum Tuhan yaitu hukum kasih.
Yakobus 4:11-12
4:11 Saudara-saudaraku, janganlah kamu
saling memfitnah! Barangsiapa memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia
mencela hukum dan menghakiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau
bukanlah penurut hukum, tetapi hakimnya.
4:12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan
Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah
engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?
Tuhan sendiri tidak langsung
menjatuhkan hukuman, kenapa kita mau langsung menjatuhkan hukuman kepada orang
lain! Mulai dari sekarang marilah kita banyak melihat kekurangan kita sendiri,
tidak usah melihat kekurangan orang. Boleh menasihati, menegur silahkan, saling
menegur, saling mengingatkan. Tetapi bukan untuk menghakimi, menjatuhkan hukuman,
membanding-bandingkan dengan kita.
4. I
Korintus 4:5; 6:2-3
4:5
Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang.
Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan
memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan
menerima pujian dari Allah.
6:2
Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kudus akan menghakimi dunia? Dan
jika penghakiman dunia berada dalam tangan kamu, tidakkah kamu sanggup untuk
mengurus perkara-perkara yang tidak berarti?
6:3
Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? Jadi apalagi
perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari.
Sebab
belum waktunya, akan ada waktunya kita bersama Yesus akan menghakimi dunia bahkan
menghakimi malaikat-malaikat yang tidak taat Tuhan. Kapan waktunya? Saat Yesus
datang kembali dan kita sudah disempurnakan, tidak ada dosa lagi. Sekarang kita
periksa diri kita, apakah masih ada dosa atau sudah tidak ada dosa. Kalau
berkata sudah tidak ada dosa, silahkan menghakimi, tetapi kita semua masih ada
dosa. Kita semua belum sempurna, kalau sudah sempurna kita sudah terangkat.
Kita masih ada di dunia ini, masih berkutat dengan kehidupan di dunia yang
semakin sulit dan sukar. Nanti akan ada waktunya. Makanya dalam kitab Daniel
dikatakan nanti kita akan mendapatkan keadilan kekal. Sekarang mungkin kita
dihakimi orang, difitnah, dibenci, dijatuhkan hukuman dan lain-lain, tidak usah
balas, diam saja, serahkan kepada Tuhan. Nanti ada waktunya kalau dia tidak
bertobat kita bersama Tuhan menghakimi orang itu.
Wahyu
20:4
20:4
Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada
mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka,
yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman
Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga
menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan
memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.
5. Kita
tidak boleh menghakimi supaya banyak waktu dan kesempatan bagi kita memeriksa,
mengoreksi diri, menghakimi diri kita sendiri, menyelesaikan dosa-dosa kita.
I
Korintus 11:28-31
11:28
Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah
itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
11:29
Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan
hukuman atas dirinya.
11:30
Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang
meninggal.
11:31
Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita.
Banyak
waktu kesempatan bagi kita mengoreksi diri sendiri lewat ketajaman pedang
Firman pengajaran, begitu kita temukan dosa, akui kepada Tuhan dan sesama. Kalau
dalam kitab Wahyu pasal 1 Yesus tampil sebagai hakim, suaraNya bagaikan desau
air bah. Itu Firman pengajaran yang keras. Makin kita sibuk kita memeriksa
diri, mengoreksi diri, menghakimi diri sendiri, makin tidak ada waktu
menghakimi orang lain. Makin sedikit kita menghakimi diri sendiri, makin banyak
menghakimi orang lain. Jadi orang yang suka menghakimi orang lain itu tidak
pernah menghakimi dirinya. Apalagi saya sebagai hamba Tuhan harus persiapan Firman
setiap hari, lalu mau urus orang, urus hamba Tuhan lain itu urusannya dengan
Tuhan! Urusan saya adalah jemaat yang Tuhan percayakan. Kalau ada dosa hamba
Tuhan lain yah didoakan. Makanya pintu Yerusalem Baru ada 12 dan tiap pintu ada
1 malaikatnya. Masing-masing malaikat urus pintu kandang penggembalaannya
sendiri.
Menghakimi
adalah ukuran negatif yang akan Tuhan ukurkan kepada kita. Begitu ukurannya
sudah sampai maka hukuman jatuh.
Markus
4:24
4:24 Lalu Ia
berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai
untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi
kepadamu.
Memang
paling enak dan asyik bagi daging kalau menghakimi orang lain. Bisa sampai
berjam-jam, bisa sampai semalaman duduk bercerita yang begitu. Itu adalah ukuran
negatif yang Tuhan ukurkan kepada orang itu untuk menjatuhkan hukuman padanya. Lebih
baik tidak usah! Kalau ada yang ajak begitu “yah sudah kita doakan saja”. Jarang
kalau ketemu lalu saling bercerita tentang Firman “Firman KKR kemarin luar
biasa”. Lebih banyak cerita yang negatif, jarang yang positif.
Supaya
Tuhan tidak mengukur kita dengan ukuran yang negatif, masuklah pada ukuran yang
positif, tidak usah yang negatif-negatif itu. Apa itu ukuran yang positif?
1.
Lukas 6:38
6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu
takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan
dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan
diukurkan kepadamu."
Ukuran di sini memberi. Dari pada
tunjuk salah orang lebih baik memberi, memberi kepada Tuhan dan memberi kepada
sesama. Apa yang kita beri kepada Tuhan? Memberi pengakuan dosa. Sesudah itu
kita beri hidup kita untuk dipakai oleh Tuhan. Pengakuan dosa itu
mempersembahkan/memberi kepada Tuhan.
Hosea 14:2-3
14:2 Bertobatlah, hai Israel, kepada
TUHAN, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu.
14:3 Bawalah sertamu kata-kata
penyesalan, dan bertobatlah kepada TUHAN! katakanlah kepada-Nya:
"Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami
akan mempersembahkan pengakuan kami.
Kita beri waktu, tenaga, harta
semua untuk pelayanan tetapi kalau tidak mempersembahkan pengakuan dosa tidak
ada gunanya, pelayanan tanpa pertobatan itu tidak ada gunanya, cuma membuang-buang
waktu dan menipu diri sendiri serta menipu orang, sehingga hanya menimbun murka
Tuhan atas dirinya sendiri. Saya khotbah tiap hari tanpa bertobat tidak ada
gunanya. Mari persembahkan pengakuan dosa kepada Tuhan dan juga kepada sesama.
Kalau sudah bisa mempersembahkan pengakuan dosa, baru persembahan-persembahan
yang lain bisa kita berikan.
Ukuran memberi kepada Tuhan dan
sesama bukan banyak atau sedikit tetapi kerelaan hati dan bersukacita.
II Korintus 9:7
9:7 Hendaklah masing-masing memberikan
menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab
Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
Bapak ibu memberi waktu untuk datang
beribadah, harus dengan rela hati dan sukacita. Nanti ada persembahan juga
harus diberikan dengan rela hati dan sukacita. Mengembalikan milik Tuhan harus
dengan kerelaan hati dan sukacita. Tenaga, harta, tenaga, semua kita berikan
dengan kerelaan hati dan sukacita, kalau bersungut-sungut tidak ada gunanya.
II Korintus 9:8
9:8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala
kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala
sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.
Tuhan akan melimpahkan kasih
karuniaNya kepada kita sampai kita berkecukupan bahkan berkelebihan.
Berkelebihan ini bukan diukur banyak uang dan lain-lain, tetapi sampai kita
bisa mengucap syukur.
50.000 yang kita terima dengan
mengucap syukur memelihara kita dengan berkelimpahan. 1 juta yang diterima
tetapi tidak mengucap syukur malah kurang terus. Dipelihara dengan
berkelimpahan, kapan kita butuh, Tuhan sediakan. Bahkan lebih dari itu, kita
bekelebihan di dalam perbuatan kebajikan = memiliki pakaian mempelai. Orang
yang bisa memberi kepada Tuhan dan sesama anggota Tubuh Kristus yang
membutuhkan dengan rela hati dan sukacita, dia sedang mempersiapkan pakaian
mempelainya.
Wahyu 19:8 (Terjemahan Lama)
19:8 Maka dikaruniakanlah kepadanya
supaya ia boleh menghiasi dirinya dengan kain kasa halus yang bercahaya dan
bersih; karena kain kasa halus itulah ibarat segala kebajikan orang-orang suci
itu."
Kalau banyak menghakimi orang itu
pakaiannya robek sampai telanjang. Kita periksa diri, mempersembahkan pengakuan
dosa kepada Tuhan dan sesama. Setelah itu kita bisa memberi waktu, tenaga,
harta dan lain-lain untuk Tuhan dan untuk sesama yang membutuhkan, maka kita
memiliki pakaian Mempelai. Saat Yesus datang kita siap masuk pesta nikah Anak
Domba Allah.
2. Wahyu
11:1
11:1
Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur
rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci
Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Mezbah
dupa emas itu menunjuk penyembahan. Jadi ukuran positif yang kedua adalah
menyembah Tuhan. Dari pada kita masuk dalam ukuran yang negatif lebih baik
masuk dalam ukuran postif, memberi kepada Tuhan dan sesama, lalu lanjutkan
banyak menyembah. Lebih baik banyak mengatakan haleluya dari pada bergosip “si
dia itu begini, begitu!”. Penyembahan itu diukur, kita periksa diri kita apakah
sudah mencapai ukuran penyembahan atau belum. Ada 3 ukuran penyembahan dari
Tuhan.
a) Wahyu
5:8-9
5:8
Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua
puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu
kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang
kudus.
5:9
Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima
gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah
disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari
tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.
Ukuran pertama adalah penebusan atau kelepasan dari
dosa oleh darah Yesus, sampai terlepas dari dusta = jujur. Jujur dalam mengakui
dosa kita, jujur soal nikah, jujur soal keuangan, jujur soal pengajaran, itu
penyembahan. Kita menyembah lalu tidak jujur, bagaimana itu, apalagi kalau
hamba Tuhan seperti itu. Sekarang hamba Tuhan tidak takut-takut berdusta,
terlalu berani berdusta! Mereka yang berbuat tetapi orang lain dilaporkan
dengan tuduhan seperti itu! Kalau seperti itu bukan lagi hamba Tuhan. Kalau
tidak sungguh-sungguh melayani, pendeta dekat dengan pendusta.
b) Wahyu
8:1-2
8:1
Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di
sorga, kira-kira setengah jam lamanya.
8:2
Lalu aku melihat ketujuh malaikat, yang berdiri di hadapan Allah, dan kepada
mereka diberikan tujuh sangkakala.
Ukuran kedua adalah sunyi senyap. Bukan berarti
tidak ada suara menyembah. Arti sunyi senyap di sini adalah damai sejahtera
oleh Roh Kudus. Menghadapi segala sesuatu kita tidak ikut goncang, tetapi bisa
tenang, itu berarti penyembahan sudah mencapai ukuran. Ketika kita tenang
menghadapi segala sesuatu, berarti penyembahan kita sudah mencapai ukuran. Ada
masalah kita bisa menyembah dengan tenang “haleluya, biar kehendakMu yang
jadi”.
c) Wahyu
11:1
11:1
Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur
rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci
Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Ukuran ketiga adalah sebatang buluh. Ini menunjukan
pengalaman sengsara Yesus sampai mati di kayu salib. Sebatang buluh ini yang
dipukulkan ke kepala Yesus.
Matius 27:29-30
27:29
Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu
memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di
hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai raja orang
Yahudi!"
27:30
Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya.
Yesus taat sampai mati di kayu salib.
Filipi 2:8
2:8
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Jadi ukuran puncak penyembahan adalah taat pada
Firman sampai daging kita tidak bersuara lagi. Kadangkala kita taat, lakukan
Firman tetapi masih ada suara daging. Kalau penyembahan kita sudah mencapai
ukuran, ini suatu persembahan yang harum bagi Tuhan. Yesus berkorban sampai
mati di kayu salib, itu persembahan yang berbau harum. Begitu juga kita kalau
taat sampai daging tidak bersuara lagi, itu adalah persembahan yang berbau
harum bagi Tuhan.
Efesus 5:1-2
5:1
Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih
5:2
dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi
kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban
yang harum bagi Allah.
Kita belajar untuk masuk pada ukuran yang positif,
memberi kepada Tuhan dan sesama, mulai dari mempersembahkan pengakuan dosa kita.
Kemudian menyembah Tuhan. Ukurannya harus ada yaitu lepas dari dosa sampai
lepas dari dusta = jujur, tenang, damai oleh Roh Kudus dan taat sampai daging
tidak bersuara. Inilah persembahan yang berbau harum bagi Tuhan. Ingat Nuh
begitu dia sudah selamat dari hukuman air bah, air bah sudah surut, kapalnya
kandas di puncak gunung Ararat, dia turun mempersembahkan korban kepada Tuhan.
Tuhan cium bau persembahan yang dipersembahkan oleh Nuh, berbau harum bagi
Tuhan dan Tuhan berkata “Aku tidak akan menghukum bumi lagi”. Kalau kita bisa
mempersembahkan persembahan yang harum bagi Tuhan, hasilnya:
Kejadian 8:20-22
8:20 Lalu Nuh
mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari
segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia
mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.
8:21 Ketika
TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya:
"Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang
ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan
membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.
8:22 Selama bumi
masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas,
kemarau dan hujan, siang dan malam."
Begitu
ada persembahan yang harum bagi Tuhan maka suasana kutuk diganti menjadi
berkat. Suasana kutuk itu penderitaan, air mata, beban berat. Kalau sekarang
banyak menghakimi orang, saya sebagai hamba Tuhan menghakimi pelayanan hamba
Tuhan yang lain, maka pelayanan jadi berat, banyak air mata dan penderitaan. Lebih
baik memberi kepada Tuhan dan sesama, memberikan pengakuan dosa, menyembah
Tuhan, menaikan persembahan yang harum kepada Tuhan, maka kutuk menjadi berkat.
Mungkin nikah selama ini penuh air mata, beban berat, banyak tantangannya,
hanya suasana duri yang ada, sekarang Tuhan ganti menjadi berkat yang mengalir dengan
tiada putusnya. Orang lain berhenti menabur dan menuai, berkat kita mengalir
tanpa putus. Orang lain lihat, ini ada pemotongan gaji tetapi dia masih bisa
makan ikan bakar. Dia tidak ada utang, sedangkan saya gali lubang di mana-mana.
Sampai
nanti kita memperoleh berkat terbesar, kita memiliki Yesus Mempelai Pria Sorga
dan kita dimiliki oleh Yesus, itu berkat terbesar.
Kidung
Agung 2:16
2:16 Kekasihku
kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah
bunga bakung.
Kita
dimiliki oleh Yesus, mengapa kita mau ragu dengan hidup di dunia ini. Ukuran
negatif jangan ada lagi. Negatif thinking tidak usah ada lagi. Ukuran yang
positif terus, memberi kepada Tuhan dan sesama, menyembah Tuhan maka kita
diberkati oleh Tuhan tiada putus, kita bisa memiliki Yesus. Yesus Sang Pemberi
berkat kita miliki, Yesus Mempelai Pria sorga kita miliki, kita menjadi
miliknya Yesus, layak masuk di kota Yerusalem Baru. Bukan dihukum tetapi hidup
kekal bersama Yesus dalam kebahagiaan kekal bersama Yesus. Sore ini kita akan
masuk dalam penyembahan, ukurannya harus ada.
GPT “Kristus Penebus”
Jl. Langgadopi No.4 Tentena
Kec. Pamona Puselemba, Kab. Poso, 94663
HP: 081334496911
Email: imamat_raja@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar