Lukas 17:7-10
17:7 "Siapa
di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan
ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang:
Mari segera makan!
17:8 Bukankah
sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah
pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah
itu engkau boleh makan dan minum.
17:9 Adakah ia
berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang
ditugaskan kepadanya?
17:10 Demikian
jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan
kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna;
kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Pasal 17 ini dalam terang Tabernakel kena pintu tirai.
Pintu tirai ini memiliki 4 tiang yang berfungsi:
1. Menggantung tirai.
2. Menahan pertemuan antara tenda Tabernakel rangkap
pertama dan rangkap kedua, bertemu di situ dan dikancing dengan 50 kaitan.
Tenda Tabernakel rangkap pertama berbicara iman dan rangkap kedua berbicara
perbuatan iman. Jadi berat pekerjaan tiang ini.
3. Menahan pertemuan antara tenda kedua yaitu bulu
kambing yang pas di tengah.
Tugasnya ada tiga ini. Kalau ini dikenakan pada
hubungan hamba dan tuan, berarti ini ditujukan kepada kita. Tugas kita memang
berat, tidak enteng. Apakah kita harus mengeluh? Tugas sudah berat, daging kita
lagi harus dirobek. Jadi kalau kita hanya melihat tugas yang berat, akhirnya
kita menarik diri dan tidak mau dikoyak, tidak mau dirobek daging kita, kita
belum dapat dikatakan sebagai hamba.
Tujuan perobekan itu supaya kita bisa memandang peti
perjanjian. Bukan hanya memandang, tetapi kita juga harus eksis di situ.
Kata hamba dalam Lukas pasal 17 ini tidak menggunakan
kata daulos tetapi huperetas. Kalau daulos dia memang hamba yang bekerja untuk tuannya tetapi belum
tentu dia berani mengorbankan nyawa untuk tuannya. Kalau huperetas adalah hamba yang siap mengorbankan nyawa, dia tidak sungkan,
tidak segan mengorbankan tubuh, jiwa dan rohnya bagi Tuannya. Teladannya adalah
Yesus, Dia menempatkan diri sebagai hamba yang menyerahkan nyawa, Dia rela
mengorbankan tubuh, jiwa dan rohNya.
Kalau kita membaca ini berarti kita mau dikondisikan
oleh Tuhan menjadi huperetas. Tugas
kita sebagai huperetas sama seperti
tiang pintu tirai tadi.
Ø Untuk menggantung pintu tirai
Ø Menahan beban pertemuan tudung Tabernakel rangkap
pertama dan rangkap kedua yang berbicara iman dan perbuatan iman. Beriman tanpa
perbuatan sama dengan manusia tanpa paru-paru, berarti mati. Kalau seperti itu
berarti sama seperti iblis, dia percaya Tuhan dan gemetar, tetapi perbuatannya
melawan Tuhan.
Ø Tempat pertemuan tenda bulu kambing.
Penggunanan kata hamba di
sini adalah huperetas, hamba yang siap mati buat tuannya. Dia
kerja tanpa memikirkan sedikitpun tentang dirinya. Kita lihat hamba ini, sudah
mati-matian kerja di ladang, menggarap ladang, mencangkul, menyiangi tanaman di
sana. Kemudian menggembalakan domba-domba, setiap hari diterpa panas matahari, berjuang
mempertahankan domba tuannya, jangan sampai domba itu diterkam oleh binatang buas. Ketika pulang ke rumah, tuannya tidak langsung
mempersilahkan dia mandi lalu memakai pakaian yang layak dan ada makan yang
tersaji di meja, silahkan makan. Tidak seperti itu, malah sebaliknya Tuhan
menyuruh dia kembali bekerja. Di luar sudah bekerja, di dalam bekerja lagi. Dia
mengikat pinggang dan siap melayani Tuhan.
Kita sudah melakukan pekerjaan Tuhan mulai dari hari
senin, selasa, rabu, kamis sampai jumat. Sore ini secara manusia daging rasanya
saya mau berkata “ayo kita istirahat, tidur di rumah dulu”. Tetapi hati tidak
sejahtera, hati tertuduh. Sekarang ini kita harus melayani pribadiNya (menyembah).
Kalau sudah melayani pribadiNya, itu tidak lagi
sebatas huperetas sebab pribadiNya
itulah yang akan kita miliki, kita sebagai umat Tuhan, pelayan Tuhan, hamba
Tuhan. Karena kita melayani pribadiNya, berarti kita berupaya untuk memiliki
pribadiNya. Huperetas satu saat akan
diangkat menjadi Mempelai WanitaNya karena dia bukan hanya sebatas melayani
pekerjaanNya tetapi juga melayani pribadiNya. Bukan mencintai warisan atau
mencintai pekerjaanNya tetapi mencintai pribadiNya.
Sudah melayani, masih juga berucap “aku hamba yang
tidak berguna”. Inilah tanda kunci bahwa hamba ini bukan sebatas daulos tetapi huperetas. Inilah
umat Tuhan dan hamba Tuhan yang mencintai dan mengasihi Tuhan, mencintai
pekerjaanNya, mencintai pribadiNya. Ada orang yang suka melayani pribadiNya,
tetapi tidak suka melayani pekerjaanNya. Ada lagi yang suka melayani
pekerjaanNya tetapi tidak mau melayani pribadiNya. Kedua-duanya salah.
Kalau mengatakan mengasihi dan mencintai Tuhan berarti
mengasihi dan mencintai pekerjaanNya. Kalau mengatakan mengasihi pekerjaanNya
berarti juga mencintai pribadiNya.
Jangan hanya disaat kita menyembah kita mengatakan “saya cinta Tuhan Yesus”, tetapi dengan pekerjaanNya tidak. Kita harus membuktikan mencintai
pekerjaan dan pribadiNya. Di situlah beban yang harus kita rasakan sebagai
hamba. Apalagi ini kena mengena dengan pintu tirai, berarti harus masuk dalam
perobekan daging.
Saya sebagai gembala adalah suami bayangan bagi jemaat
dan akan menghentar jemaat yang adalah isteri kepada suami yang sesungguhnya.
Ini saya kutip dari hamba Tuhan pendahulu, saya tidak mau lepas dari situ.
Karena bapak Pdt. In Yuwono adalah orang Jawa maka ketika mengutip ini hambaNya
selalu mengatakan “sigaraning nyowo”.
Saya sudah tertolong dengan pengajaran Kabar Mempelai
dalam terang Tabernakel, saya tidak mau bermain-main. Untuk apa lagi melirik
ajaran lain dan melirik dunia karena pengajaran ini sudah kita dapatkan untuk
membawa kita menjadi belahan jiwanya Tuhan dan Tuhan menjadi belahan jiwa kita.
Berita kita jangan keluar dari II Korintus 11:2.
Begitu keluar dari situ maka orang itu akan diterkam oleh dunia dan oleh
daging. Hal ini selalu ditekankan oleh bapak Pdt. In Yuwono. Kalau ada orang
yang undur meninggalkan dan menerima pengajaran lain, nanti resikonya akan dia
dapatkan.
Posisikan dirimu menjadi hamba yang siap mati buat
tuannya. Masakan Tuhan Yesus sudah menunjukkan teladan pelayanan rela mati bagi
saudara, lalu saudara tidak mau mati bagi Dia dan santai-santai saja. Bukan
dalam arti mati karena dibunuh tetapi daging kita yang harus mati, kita menyalibkan
daging, kita harus rela merobek daging kita. Kehidupan seperti itu dijamin masuk pelaminan, masuk di ruangan maha suci.
Jadilah kita hamba-hamba kebenaran yang mengkondisikan
diri rela mati. Sakit bagi
daging, itu tidak menjadi masalah karena akan diganti
dengan kemuliaan.
Roma
8:17-18
8:17 Dan jika
kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang
berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan
Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga
dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.
8:18 Sebab aku
yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
Ini harus kita imani, itu sebabnya tiang pintu tirai
itu pas menjunjung persambungan tenda
Tabernakel dari rangkap pertama dan rangkap kedua. Rangkap pertama adalah iman
dan rangkap kedua adalah perbuatan iman. Sore ini kita buktikan bahwa kita
beriman kepada Tuhan dengan datang menyembah Tuhan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar